Oleh : Adam Rumbaru
Direktur Eksekutif LAPD
Secara esensial, Bicara
tentang manusia dan alam memiliki satu keterpaduan. Sebab, jika bicara soal
alam adalah jagat dari diri manusia itu sendiri. Manusia adalah jagat kecil
atau alam mikrokosmos dan alam semesta dalah makrokosmos. Manusia adalah
satu-satunya makhluk di alam yang memiliki kapasitas untuk menyandang predikat
khalifah Tuhan di muka bumi. Makhluk dengan kedudukan agung ini akan sangat
merugi jika mencintai dunia secara berlebihan dan melalaikan posisi tingginya
di jagad raya ini.
Allah berfirman kepada para
malaikat ketika akan menciptakan Adam, ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi''. (Al-Baqarah:30). Banyak kaum muslimin yang
keliru dalam memahami ayat ini, yakni sebagai wakil/pengganti Allah dalam
mengurus bumi. Makna khalifah yang benar adalah kaum yang akan menggantikan
satu sama lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi, demikian
penjelasan dalam ringkasan Tafsir Ibnu Katsier.
''Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat: ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.'' Mereka berkata: ''Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?''. Tuhan berfirman: ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui''(Al-Baqarah:30).
Allah Ta'ala memberitahukan
ihwal pemberian karunia kepada Bani Adam dan penghormatan kepada mereka dengan
membicarakan mereka di al-Mala'ul Ala, sebelum mereka diadakan. Maka Allah
berfirman, ''Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat''.
Maksudnya, Hai Muhammad, ceritakanlah hal itu kepada kaummu'', ''Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan khalifah di bumi'', yakni suatu kaum yang akan
menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi, sebagaimana
Allah Ta'ala berfirman, ''Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah
di bumi'' (Fathir: 39). Itulah penafsiran khalifah yang benar, bukan pendapat
orang yang mengatakan bahwa Adam merupakan khalifah Allah di bumi dengan
berdalihkan firman Allah, ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di
bumi.''
Berkaitan dengan firman
Allah, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi orang yang akan membuat
kerusakan padanya'', Seolah-olah malaikat memberitahukan kepada Allah bahwa
apabila di bumi ada makhluk, maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan
darah di sana. Perkataan malaikat ini bukanlah sebagai bantahan kepada Allah
sebagaimana diduga orang, karena malaikat disifati Allah sebagai makhluk yang
tidak dapat menanyakan apa pun yang tidak diizinkan-Nya.
Selain dari tugas manusia
sebagai khalifah, manusia juga menjalankan tugasnya sebagai hambah Tuhan yang
menciptakannya. Namun penting sebelum menjadi hambah manusia harus tahu apa
yang dijalankan sebagai hambah Tuhan. Sebagai hambah sepatutnya menjlankan
perintah dan menjauhi larangan-Naya.
Bahasa bijak mengatakan
seebelum mengerjakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Carilah Dia dan
kenalilah bahwa Dia Tuhanmu. Manusia berusaha mengenal dirinya dan mengenal
alam semesta. Ia ingin lebih tahu siapa dirinya dan bagaimana alam semesta. Dua
jenis pengetahuan ini menentukan evolusi, kemajuan dan kebahagiaannya. Agama
mengajak manusia untuk mengenal dirinya. Pokok-pokok ajaran agama adalah
kenalilah dirimu agar engkau tahu Tuhanmu dan jangan melupakan Tuhanmu agar
kamu tidak lupa akan dirimu. Imam Ali as mengatakan, "Semoga Allah
merahmati manusia yang tahu asal-usulnya, tahu keberadaan dirinya, dan tahu
hendak ke mana dirinya."
Seorang arif berkata bahwa
maksud dari mencari Tuhan bukanlah engkau menemukannya, tapi engkau harus
menyelamatkan dirimu dari kelalaian dan mengenal dirimu sendiri. Pengenalan
manusia merupakan sebuah jalan untuk mengenal Tuhan dan pada dasarnya, jalan
mengenal Tuhan akan melewati gerbang pengenalan manusia itu sendiri. Imam Ali
as berkata, "Barang siapa mengenal dirinya, maka sungguh dia akan mengenal
Tuhannya". Dengan kata lain, barang siapa yang telah mengenal dirinya
tentang bagaimana makhluk yang rendah ini bisa menggapai kesempurnaan, maka ia
akan mengenal Tuhannya. Sebab, manusia mengetahui bahwa selain Tuhan Yang Maha
Kuasa, tidak ada makhluk lain yang bisa mengantarkannya dari segumpal mani
menuju kesempurnaan.
Manusia dapat mengenal Tuhan
dengan sifat Jamaliyah (keindahan) dan Jalaliyah (Keagungan) dengan cara
tafakkur, perenungan, dan penyelaman terhadap dirinya sendiri. Imam Ali as
berkata, "Barang siapa yang telah mengenal dirinya, maka ia mengenal
Tuhannya dan karena ia telah mengenal Tuhan, maka ia telah sampai pada ilmu dan
pengetahuan tentang seluruh keberadaan."
Tujuan utama ilmu agama dan
filsafat adalah mengenal manusia dan alam semesta serta hubungan keduanya
dengan Sang Pencipta. Oleh sebab itu, pengenalan terhadap berbagai dimensi dan
karakteristik manusia akan mendekatkan seseorang pada asal mula penciptaan dan
tujuan dasarnya. Rasul Saw bersabda, "Orang yang paling tahu tentang
dirinya, maka ia adalah orang yang paling mengenal Tuhannya." Dikisahkan
bahwa seorang sufi berkata kepada sahabatnya demikian, "Wahai Tuhan,
kenalkanlah diri-Mu kepadaku." Sementara aku berkata, "Wahai Tuhan,
kenalilah aku pada diriku sendiri."
Hubungan manusia dan alam
semesta merupakan sebuah tema penting filsafat. Dengan kata lain, itu adalah
sebuah masalah yang sangat esensial bagi manusia, dimana ia menyimpan potensi
besar dalam dirinya. Mereka yang mengkaji tema-tema Ilahiyat dan ingin
mengetahui hubungan antara makhluk dan khalik, atau mereka yang ingin mengenal
dirinya sendiri dan juga orang-orang yang ingin mempelajari metode kehidupannya
baik itu dalam dimensi individu, sosial atau bahkan universal, maka mereka akan
berurusan dengan masalah manusia dan alam semesta. Jika masalah ini
terpecahkan, kebanyakan dari problema umat manusia akan terselesaikan.
Simak bencana alam ada yang
memang akibat mekanisme alam. Namun, tak tertutup kemungkinan ada pula bencana
yang dipicu ulah manusia yang merusak lingkungan. Mungkin dengan niat yang
baik, yaitu atas nama kemajuan atau kemakmuran, tapi akibatnya adalah
kebalikannya. Berikut ini adalah beberapa contoh bencana alam yang terjadi
akibat kecerobohan, ketamakan, atau minimnya pemahaman manusia terhadap
lingkungannya.
Bencana bisa terjadi
dimana-mana di suatu lokasi atau daerah tertentu, bahkan di belahan bumi
tertentu. Demikian halnya dengan kerusakan yang dilakukan oleh perseorangan,
kelompok, daerah tertentu bahkan negara tertentu. Allah swt telah menjadikan
bumi ini untuk manusia sebagaimana firman-Nya, ”Dialah Allah yang menjadikan
untukmu segala yang ada di bumi...”(Q.S.Al-Baqarah:29).
Kita baru menyaksikan
bencana banjir hari ini Rabu (29/1/2014) wilayah Jabodetabek. Begitu besar
terpaan banjir akibat hujan yang teerus mengguyur wilayah ini. Bekasi terkena
banjir bandang merusak sebagaian rumah penduduk, terlebihnya yang berada di
pinggiran kali. Bencana banjir yang melanda
Jabodetabek maupun di daerah lain sebenarnya merupakan sebuah teguran dari alam
untuk diri manusia itu sendiri sebagamana teruraikan di atas.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga Analisa Pengembangan Demokrasi (LAPD)